Milena mengucapkan syahadat sebulan yang lalu, meski ia sudah menikah dengan seorang lelaki muslim keturunan Pakistan selama tujuh tahun. Selama ini, Milena yang selalu menolak untuk masuk Islam jika alasannya hanya demi suaminya yang muslim.
Seperti kebanyakan imigran asal Puerto Rico, Milena adalah penganut Katolik yang taat dan rajin pergi ke gereja. Ia mulai mempertimbangkan agama Islam setelah putera pertamanya lahir.
"Saya jadi tertarik mempelajari Islam tanpa pindah agama, karena anak lelaki saya akan dibesarkan sebagai seorang muslim. Itulah awal mula saya mulai berminat pada Islam," ungkap Milena.
Selama itu, ia menikmati saja proses belajarnya. "Saya sedang mencari ilmu, saya lapar akan ilmu. Saya sangat bergairah dengan apa yang saya rasakan," ujarnya.
Setelah menjadi seorang muslimah, meski baru satu bulan memeluk Islam, Milena mampu dengan cepat beradaptasi dengan kehidupan barunya, sehingga imam yang membimbingnya dan teman sekelas Milena di kelas Al-Quran hampir tidak mengenalinya sebagai seorang orang yang baru masuk Islam.
Sejak seminggu yang lalu, Milena sudah mengenakan jilbab. "Hari minggu lalu, saya pergi ke pesta jilbab. Saya belum tahu bagaimana cara mengenakannya. Pengalaman pertama ini benar-benar mengesankan. Sekarang saya sudah mengenakannya," tutur Milena tentang pengalaman pertamanya mengenakan jilbab.
Namun ia mengakui agak sungkan memakai jilbab karena ia tidak tahu bagaimana reaksi orang saat melihatnya berjilbab. "Tapi semuanya baik-baik saja. Saya merasa nyaman. Saya merasa bangga," tukas Milena.
Rabu malam itu, empat muslimah keturunan Amerika Latin juga sedang mengikuti kelas studi Islam. Diantara mereka adalah Nylka Vargas yang sudah menjadi muslim selama 15 tahun.
Muslimah berlatar belakang keluarga Peruvian-Ekuador ini lahir dan besar di New Jersey. Menurut Nylka, ia memilih Islam karena sejak lama ingin sekali mengenal Tuhan.
"Saya tidak percaya hal-hal yang saya pelajari sebagai seorang Kristiani. Saya percaya akan adanya kekuatan yang lebih besar. Saya mencari kebenaran, hubungan antara hamba dan Sang Pencipta-nya," ujar Nylka.
Ia melanjutkan, "Islam mengajarkan saya banyak kedisplinan, Islam itu selaras dan sempurna; salat dan aturan waktunya. Mengapa itu semua itu dilaksanakan. Islam itu fleksibel tapi disiplin."
Komunitas Muslim Latino di AS
Meski tidak ada data resmi tentang jumlah komunitas muslim Amerika Latin di AS, jumlah mereka dipekirakan cukup besar. Menurut organisasi American Muslim Council, pada tahun 2006, jumlah Muslim Latino di AS dipekirakan 200.000 orang dan kebanyakan dari kalangan peremuan usia muda dan berpendidikan.
"Beberapa tahun belakangan ini, lebih dari 60 persen mualaf adalah perempuan. Kebanyakan dari mereka yang masuk Islam setelah peristiwa serangan 11 September 2001, berasal dari komunitas Amerika Latin. Mungkin, lebih dari 60 persen dari mereka yang masuk Islam di Amerika adalah para Latino," jelas Imam Shamsi Ali dari Islamic Cultural Center New York.
Menurut Imam Ali, alasan paling penting mengapa banyak keturunan Amerika Latin yang masuk Islam, karena pada dasarnya komunitas Amerika Latin yang berlatar belakan Katolik atau Kristen adalah orang-orang yang religius.
"Mereka memiliki kecenderungan pada agama. Itulah sebabnya mereka bisa beralih ke Islam," kata Imam Ali.
Sebuah studi yang pernah dilakukan Samantha Sanchez, salah satu pendiri Latino American Dawah Organization (LADO), menunjukkan bahwa yang paling menarik dari Islam bagi para Latino yang sedang mencari spiritualitas adalah, sistemnya yang terstruktur dan ketatnya orientasi monoteis dalam konsep agama Islam.
Peristiwa tragis serangan 11 September 2001, tidak bisa dipungkiri, justru mendorong banyak non-Muslim di AS masuk Islam. "Literatur tentang Islam banyak sekali. Kalau Anda orang Amerika, siang malam orang membicarakan bahwa Islam itu jelek, Islam itu terorisme, maka Anda mungkin akan mencari buku tentang Islam, dan apa yang Anda lihat? Bukan, Islam mengatakan hal yang berbeda. Dalam konteks ini, Islam makin mencuat setelah peristiwa serangan 11 September," kata Akbar Ahmed.
Mustafa misalnya, lelaki yang berasal dari keluarga Katolik asal Puero Rico ini mulai mencari tahu tentang Islam setelah peristiwa serangan tersebut.
"Begitu saya membaca Al-Quran untuk pertama kalinya. Saya katakan bahwa inilah kebenaran. Saya harus mengakuinya," kata Mustafa.
Meski demikian, butuh waktu hampir enam tahun baginya sebelum akhirnya memutuskan untuk mengucapkan dua kalimat syahadat pada tahun 2007.
Komunitas Muslim Lation di AS terkonsentrasi di beberapa kota, yang paling banyak berada di kota New York, Chicago, Los Angeles, Miami dan kota-kota urban lainnya. Dari hasil survei LADO menunjukkan, California adalah kota yang paling banyak Muslim Latino-nya.
Mereka juga Memilih Islam
Khalil Salgado, imigran AS asal Puerto Rico yang dibesarkan di Bronx, New York, masuk Islam pada tahun 1995. Sekarang, ia menjabat sebagai sekretaris League of Latin American Muslim Organizations dan menjadi salah seorang pemuka masyarakat Muslim di AS.
Setelah masuk Islam, Salgado belajar bahasa Arab dan studi Islam ke Mekkah dan Riyadh, Arab Saudi. Ia kini mengajar di sekolah Islam di Nashville Tenn.
Sama seperti Salgado, Anthony Umar Navarro juga belajar bahasa Arab dan agama Islam ke luar negeri setelah masuk Islam. Lelaki asal Puerto Rico dan sebelumnya beragama Katolik ini, sekarang tinggal di Mesir bersama istrinya.
"Saya masih berusaha untuk menjalani hidup seperti Rasulullah Saw. tanpa terganggu oleh pengaruh kehidupan modern," kata Umar Navarro.
Ia mengungkapkan, sebelum masuk Islam, dirinya terjerumus dalam "berton-ton persoalan; hampir setiap hari tawuran di jalan dan ditangkap polisi."
"Saya betul-betul tidak peduli dengan apapun, sampai saya menyaksikan sendiri teman karib saya dibunuh. Ketika dia mati, saya ingin tahu ia pergi kemana," ujar Umar.
Ia lalu bertemu dengan seorang muslim asal Dominika, yang menjadi aktivis yang menangani anak-anak jalanan bermasalah seperti dirinya. Dari perkenalan itu, Umar menemukan Islam.
"Saya mengucapkan dua kalimat syahadat, dua bulan sebelum ulang tahun saya yang ke-21. Sejak itu, saya meninggalkan kehidupan jalanan. Sebelum ini, tidak ada yang saya takuti. Tapi sekarang, saya takut hanya pada satu hal, pada Allah," tukas Umar.
Umar mengakui, Islam telah mengubah hidupnya dan telah membuatnya menjadi orang yang lebih sabar.
Lain lagi cerita Gina yang berasal dari keluarga campuran Panama-Dominika, tapi lahir dan besar di New York. Gina belum menceritakan pada orang tuanya bahwa ia sudah menjadi seorang muslimah. Tapi belakangan, ia sudah mulai terbuka pada kakak perempuannya.
Gina yang kini belajar Islam di Islamic Cultural Center New York mengungkapkan, kakaknya melontarkan komentar negatif seperti yang sering ditulis media massa, ketika tahu adiknya masuk Islam. Gina berusaha menjelaskan bahwa apa yang ditulis media tentang Islam, tidak sepenuhnya benar.
"Banyak orang yang salah memahami Islam dan mereka meyakini apa yang mereka dengar di televisi sebagai sebuah kebenaran," sesal Gina.
0 comments:
Posting Komentar
Jika Anda Ingin Berkomentar Mohon Di Cantumkan Nama Anda
Jangan Lupa Komenar Dan Follow ya !!!